Perpustakaan digital itu sesungguhnya tidak ubahnya seperti perpustakaan konvensional, hanya saja perpustakaan tersebut memiliki kelebihan berupa adanya koleksi digital baik sebagian atau semuanya sebagai pelengkap dari perpustakaan konvensional. Sebagaimana dijelaskan oleh Saffady dalam Saleh (2010:3) menyatakan bahwa perpustakaan digital merupakan perpustakaan yang mengelola semua atau sebagian yang substansi dari koleksi-koleksinya dalam bentuk komputerisasi sebagai bentuk alternatif, suplemen atau pelengkap terhadap cetakan konvensional dalam bentuk mikro material yang saat ini didominasi oleh koleksi perpustakaan.
Sungguh tidak dapat dipungkiri di era sekarang ini dengan derasnya arus informasi di era global ini tentu akan berimbas pada kebutuhan informasi yang semakin meningkat. Masyarakat akan berusaha untuk memenuhi informasinya dengan cara yang cepat dan mudah. Hal tersebut tentunya menjadi tantangan bagi dunia perpustakaan kita, dan salah satu wujud usaha dari perpustakaan untuk menjawab kebutuhan tersebut adalah dengan menghadirkan perpustakaan digital.
Fenomena Perpus Digital
Sebagaimana diungkapkan oleh Saracevic dalam Pendit (2008:15) menyebutkan bahwa fenomena perpustakaan digital sejatinya baru benar-benar hadir pada dekade akhir 1990an, dan baru setelah 10 tahun kemudian perpustakaan digital berada dalam tahap pengembangan. Dikurun waktu kurang lebih 20 hingga saat ini wacana pembangunan perpustakaan digital di lingkungan perpustakaan terkadang masih menjadi perdebatan, terutama terkait dengan koleksi apa yang akan didigitalkan, siapa yang akan mengelolanya, dan berapa besar dana yang harus dikeluarkan.
Untuk mengatasi hal tersebut, tentunya perpustakaan digital di lingkungan perpustakaan tidaklah harus serta-merta mengelola koleksi digital secara penuh/ sempurna. Mungkin sebagai tahap awal perpustakaan digital cukup dengan memperkenalkan pemustaka untuk melakukan pinjam-meminjam e-book yang ada dengan menggunakan jaringan internet. Meskipun dalam perkembangan selanjutnya, tentu perpustakaan diharapkan mampu memberdayakan seluruh teknologi yang ada di sekitarnya. Sebagai salah satu contoh langkah awal untuk membangun perpustakaan tersebut di atas, pustakawan maupun pemustaka dapat menggunakan aplikasi yang tersedia diinternet, seperti aplikasi MyLibrary yang ada di jaringan internet, atau sebagaimana halnya yang saat ini dilakukan oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Kabupaten Belitung dengan menggunakan aplikasi iBelitung, dimana terdapat buku-buku digital/ e-book yang cukup bervariasi yang dapat diunduh melalui geogle Playstore. Aplikasi-aplikasi seperti ini tentunya dapat dijadikan sebagai bentuk jaringan perpustakaan online sederhana. Meskipun keluhan sementara untuk saat ini terkait perpustakaan digital ini adalah kesulitan dalam penggunaan akses/ jaringan dan kapasitas peralatan/ media yang dimiliki, seringkali pemustaka gagal melakukan peminjaman atau mendownload buku-buku/ dokumen yang ingin dibaca, disebabkan karena kapasitas perangkat (smartphone atau computer) yang dimiliki sangat rendah, atau kadangkala persoalan kuata data internet yang tidak mencukupi.
Sebuah Tuntutan
Meskipun terdapat hambatan dan keterbatasan dalam upaya pengelolaannya, namun pembangunan perpustakaan digital tidak boleh berhenti sampai pada tahap ini saja. Perpustakaan digital dalam arti yang sesungguhnya tetap harus menjadi prioritas di masa yang akan datang, meskipun bukan berarti pembangunan perpustakaan digital tersebut dengan cara meniadakan perpustakaan konvensional, karena bagaimanapun perpustakaan konvensional dengan penyediaaan buku-buku dalam bentuk fisik hingga kapanpun masih sangat diperlukan terutama dalam menunjang kebutuhan referensi maupun sebagai bahan bacaan dalam program literasi.
Untuk itu, sekali lagi diperlukan kesiapan dan kajian oleh para stakeholder perpustakaan, baik pengelola maupun pemustaka, dimana pustakawan harus mampu menentukan bahwa kapan mereka akan memulai perpustakaan digital. Pustakawan harus terlebih dahulu menentukan kemampuan perangkat (hardware) serta koleksi apa yang akan mereka digitalkan. Perpustakaan digital akan dapat bertahan dan dikunjungi oleh pemustaka jika koleksi yang mereka miliki berbeda dengan perpustakaan digital yang lain. Oleh karena itu, pustakawan selayaknya terlebih dahulu memastikan bahwa koleksi digital yang mereka miliki tidak ditemukan di perpustakaan digital yang lain.
Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah menyediakan ruang komunikasi bagi publik di dunia digital. Pemustaka tidak hanya diberi akses untuk sekedar membaca ataupun download dokumen, tetapi juga diberi kesempatan untuk ikut berpartisipasi dalam mengolah dan mempromosikan koleksi. Bentuk pengolahan dapat berupa pemberian komentar, publikasi, review, dan lain sebagainya. Hal terakhir yang perlu diperhatikan adalah kesiapan pemustaka sebagai pengguna perpustakaan digital, sebaiknya terlebih dahulu mereka diberikan pemahaman terkait etika penggunaan perpustakaan digital. Dengan demikian, keberadaan perpustakaan digital diharapkan tidak akan menimbulkan persoalan baru, tetapi benar-benar akan mampu menjadi penopang bagi keberlangsungan perkembangan perpustakaan, yang menjadi sebuah tuntutan di era globalisasi ini.
Oleh: H. Paryanta, S.Pd.,S.IP.,M.Si (Kadin Perpustakaan dan Kearsipan Kab. Belitung)